Jagat virtual gonjang-ganjing saat beberapa akun media sosial menampilkan foto tentang kewajiban menunjukkan kartu vaksin dan kartu keluarga (KK) sebagai syarat membeli minyak goreng bersubsidi. Sontak para netizen riuh berkomentar sembari berkelakar tentang kewajiban vaksin yang sebenarnya adalah untuk membeli minyak goreng yang kian langka.
Di balik candaan warganet, ‘kewajiban’ menunjukkan kartu vaksin dan KK sebagai syarat pembelian minyak goreng menyimpan potensi berbahaya tentang bocornya data pribadi. Kartu vaksin dan KK memuat nomor induk kependudukan (NIK) yang menjadi syarat bagi pendaftaran hal-hal krusial seperti registrasi nomor telepon, akses perbankan, registrasi vaksin, hingga pengajuan pinjaman.
NIK telah terintegrasi dengan beragam informasi personal lainnya seperti e-mail, dan e-mail pun digunakan sebagai persyaratan untuk mendaftar ke sejumlah akun daring lain seperti media sosial hingga online marketplace.
Ketika hampir semua lini kehidupan manusia telah bertautan secara digital, mendapatkan satu akses seperti NIK bagaikan menelanjangi diri apabila informasi pribadi tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang salah dan ingin melakukan upaya kejahatan siber.
Ketidakpastian yang Menyebabkan Kelalaian
Hingga saat tulisan ini dibuat, masih belum dapat dipastikan di mana retail penjualan minyak goreng yang mewajibkan menunjukkan kartu vaksin dan KK tersebut berada. Tidak ada kelanjutan informasi pula tentang adanya pembeli yang telah menunjukkan dua kartu tersebut saat membeli minyak goreng. (Ini menjadi salah satu kritik terhadap kebiasaan jurnalis di era digital yang langsung saja memberitakan sebuah kejadian viral, tetapi tidak lagi menyelidiki lebih lanjut sehingga berita tidak memiliki background yang memadai).
Namun dari pernyataan Kementerian Perdagangan (Kemendag), tampaknya tak masalah bila harus menunjukkan KK di tengah masih langkanya penjualan minyak goreng. Penunjukkan KK disebutkan sebagai upaya penjual retail untuk mengatur pembatasan pembelian agar tidak terjadi penumpukan oleh salah satu keluarga.
Tentu saja pernyataan Kemendag ngawur dan jelas tak mengerti tentang betapa berbahayanya memberikan informasi sepenting KK kepada pihak yang tidak memiliki otoritas dalam mempertanggungjawabkan keamanan data pribadi. Ini pun jelas menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sensibilitas dan kepentingan dalam melindungi data warga negara.
Ketiadaan sensibilitas ini juga menyebabkan rendahnya kesadaran publik tentang pentingnya menjaga data pribadi yang saat ini telah saling terhubung secara digital. Apalagi di tengah ketidakpastian mengenai kelangkaan minyak goreng yang menjadi salah satu kebutuhan esensial warga, segala cara akan diupayakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, meski harus menunjukkan informasi pribadi yang bersifat rahasia (Babrow, 1992).
Pentingnya Melek Literasi Digital
Tak dapat dipungkiri jika kesadaran warganet Indonesia masih sangat rendah terkait perlindungan data pribadi. Beragam informasi privat begitu gampang disebar di ruang maya. Salah satu contohnya adalah postingan foto NIK dan kartu kredit di Add Yours Instagram Story menjelang akhir 2021 silam, dan juga penjualan NFT kartu tanda penduduk (KTP).
Rendahnya kesadaran ini disebabkan karena masih kurangnya pemahaman tentang konektivitas informasi digital. Masih banyak orang yang berpikir secara analog sehingga tidak menyadari bahwa satu nomor identitas, satu alamat e-mail, dan bahkan satu nomor telepon mampu mengungkap sepenuhnya identitas pribadi.
Ketika identitas pribadi telah dikuasai oleh pihak tak bertanggungjawab, sangat rentan bagi si pemilik identitas asli untuk mengalami kejahatan dunia maya. Paling sering terjadi adalah kasus pinjaman online yang mengatasnamakan seseorang yang sebenarnya tidak pernah melakukan transaksi pinjaman apapun.
Maka dari itu, warganet harus memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya menjaga informasi pribadi. Jangan pernah membagikan hal yang bersifat personal dan rahasia di jagat maya. Sebab sekali informasi tersebut telah masuk di internet, informasi tersebut tidak akan bisa hilang. Akibatnya rentan sekali saat informasi tersebut berulang kali diakses, diolah, hingga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.