Menilik Cawapres Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno

Keputusan Joko Widodo (Jokowi) untuk memilih Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin sebagai cawapres memberikan surprise yang tak disangka-sangka. Pasalnya hingga detik-detik terakhir pun masih santer terdengar kabar jika Mahfud MD lah yang akan mendampingi Jokowi. Bahkan Mahfud sudah menyiapkan sejumlah dokumen untuk pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum.

Politik memang kasar dan kejam. Karena itu tak ada lawan dan kawan yang abadi dalam politik. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara eksplisit menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Mahfud karena dianggap telah meninggalkan PKB saat Pemilu 2014 silam. Mahfud kala itu sudah digadang sebagai calon presiden PKB. Namun PKB akhirnya mendukung Jokowi. Mahfud yang kecewa kemudian malah menjadi ketua tim sukses Prabowo-Hatta Rajasa.

Bisa jadi Mahfud adalah pilihan utama Jokowi untuk mendampinginya. Namun Jokowi juga tidak bisa kehilangan PKB yang berafiliasi kuat dengan Nadhlatul Ulama (NU) sebagai basis massa umat Islam terbesar di Indonesia. Selama ini citra Jokowi kerap diidentikkan sebagai sosok yang anti-Islam karena membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia dan seakan membiarkan kriminalisasi terhadap para ulama. Selain itu masih ada pula tudingan sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). Karenanya dukungan tokoh Islam sangat penting agar Jokowi masih bisa melanjutkan kepemimpinannya lima tahun mendatang.

Ma’ruf merupakan sosok yang tidak ‘membahayakan’ koalisi partai politik Jokowi. Selain itu, sebagai salah satu bagian dari NU, Ma’ruf juga pastinya mendapat restu dan dukungan terbesar dari PKB. Bahkan beliau sendiri mengakui pilihan Jokowi tidak akan jatuh pada dirinya seandainya tidak diperjuangkan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Drama Prabowo-Sandiaga

Bisa dikatakan jika ‘drama’ mencari cawapres Prabowo adalah yang paling sering diliput oleh media, terutama televisi. Usaha Prabowo membangun koalisi dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat sempat menggoyangkan kemesraan Gerindra dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), apalagi Demokrat mendekat karena ingin menawarkan sang putra ketua umum, yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres.

Demokrat yang tiba-tiba saja masuk dengan menawarkan AHY tentunya bisa merusak keharmonisan komunikasi politik yang sudah terjalin antara Gerindra-PKS sejak pemilu 2014. Apalagi hanya PKS yang tetap setia menjadi koalisi Gerindra ketika partai-partai pendukung Prabowo lainnya memutuskan ikut bergabung mendukung Jokowi. Memilih Sandiaga Uno bisa menjadi alternatif terbaik untuk tetap menunjukkan loyalitas Gerindra terhadap PKS.

Sayangnya keterpilihan Sandiaga sebagai cawapres Prabowo dibayangi isu politik transaksional yang mengatakan Sandiaga harus membayar mahar politik sebesar Rp 500 Miliar masing-masing kepada PAN dan PKS. Dugaan transaksi politik ini membuat berang Demokrat karena menjadikan AHY tak lagi dilirik sebagai cawapres Prabowo. Sikap ini pula yang akhirnya menjadikan Demokrat untuk tidak memberikan dukungan pada Prabowo.

Sentimen Netizen Terhadap Ma’ruf dan Sandiaga

Jagad maya dipenuhi obrolan tentang para cawapres yang mendampingi Jokowi dan Prabowo. Di Twitter, percakapan tentang Ma’ruf cukup mendominasi dibandingkan Sandiaga. Ma’ruf menjadi perbincangan di Twitter tidak hanya oleh akun-akun netizen Indonesia, melainkan juga dari luar negeri.

Cuitan warga net di Twitter tentang Ma’ruf Amin cukup banyak menuai sentimen negatif, terutama dari para pemilik akun koresponden kantor berita asing yang meliput berita di regional Asia Tenggara. Mereka menilai sosok Ma’ruf sebagai orang yang intoleran karena menjadi penyebab dipenjaranya Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) atas tuduhan penistaan agama. Selain itu Ma’ruf juga terang-terangan menolak LGBTQ (lesbian, gay, biseksual, transgender, queer) dan dinilai bertanggung jawab atas kekerasan yang menimpa jama’ah Ahmadiyah.

Sedangkan obrolan tentang Sandiaga memang tidak sebanyak Ma’ruf. Namun sentimen terhadap Sandiaga lebih netral. Persoalan dugaan mahar politik yang dibayar oleh Sandi tidak mendominasi percakapan di Twitter. Kebanyakan netizen justru merasa senang dengan keterpilihan Sandiaga mendampingi Prabowo.

Perang di Media Sosial Saat Masa Kampanye

Memilih Ma’ruf sebagai cawapres mungkin bisa menghindarkan Jokowi dari sentimen negatif keagamaan. Sosok Sandiaga pun bisa menjadi upaya terbaik Prabowo untuk mendapatkan suara pemilih generasi milenial yang mencapai hampir 40% dari total pemilih. Namun ‘perang’ konten dan penyebaran hoax di jagad maya tetap tak akan terhindarkan.

Karena Ma’ruf, konten-konten terkait intoleransi terhadap golongan minoritas menjadi salah satu kampanye negatif yang akan dihadapi Jokowi. Oleh sebab Sandiaga pula, Prabowo akan menghadapi pendukung militan Ahok yang siap membongkar ‘kejelekan’ Sandiaga selama memimpin ibukota sebagai wakil gubernur. Namun Penulis perkirakan, perang di ranah internet tidak akan separah yang pernah terjadi pada Pemilu 2014 silam.

Diterbitkan oleh Elle Zahra

Graduated from Communication Science of University of Indonesia, both in bachelor and master degree. Media observer and media literacy activist. Concern in digital society related to political communication, feminism, and culture issues.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: